Viral Ancaman Serius Bagi Warga Jepang yang Di Landa Krisis Anak
Viral Jepang di bayangi terancaman krisis anak. Sebab, tingkat kelahiran anak di negara nippon atau matahari terbit ini anjlok. Krisis anak juga berimbas kepada faktor ekonomi.
Di lansir dari sangatviral pada Rabu (25/1/2023), Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menuturkan jumlah angka kelahran Jepang kurang dari 800 ribu di tahun lalu. Jumlahnya sangat turun dibanding tahun 1970-an yang mencapai lebih dari 2 juta.
JUDI SLOT ONLINE TERPERCAYA
Jepang berada di posisi ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat,” kata Kishida kepada anggota parlemen.
Perhatian kepada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda,” sebutnya.
Kondisi ini tentu membuat Jepang dalam kondisi bahaya. Sebab, Jepang berpotensi banyak kehilangan sepertiga populasi pada 2060 mendatang. Salah satunya yang terkena imbas tentunya sektor perekonomian. Di tahun yang akan datang sulit menemukan jumlah pekerja produktif di Jepang apabila krisis anak terus berlanjut.
Pemerintah telah melakukan beragam upaya untuk mengatasi krisis tersebut. Salah satunya dengan cara memberikan insentif finansial. Namun, analisa Jepang di Eurasia Group, David Boling menyebut upaya itu sia-sia.
Baca Juga: VIral Video Gelap Mata 2 Pria Curi Kursi Taman di Siantar Bunga Pematang
Pemerintah sudah menyediakan insentif finansial di masa lalu dan membuat kementerian menangani rendahnya angka kelahiran. Namun angka kelahiran bayi masih terus menurun,” cetus David Boling.
Kondisi ini juga sedang di rasakan masyarakat Jepang. Katahira Kazumi misalnya, seorang ibu ini sudah merasa satu anak sudah cukup.
Kami bertahan hidup dengan cara memotong tabungan kami sekarang. Anak kedua bagi kami tidak terpikirkan oleh kami,” katanya.
Survei yang di lakukan pada tahun 2021 terhadap 5.800 pasangan suami istri di Jepang menghasilkan rata-rata dari mereka tidak mau memiliki anak lagi. Persoalan keuangan menjadi penyebab.
Profesor Sosiologi di Universitas Chukyo, Matsuda Shigeki mengatakan bahwa dukungan dari pemerintah dari sisi keuangan sangat kurang memadai.
Di sisi lain, banyak para wanita Jepang enggan menikah dan memilih berkarir. Itu sebabnya, angka kerja para wanita di Jepang naik.
Selain itu, turunya angka pernikahan dan kelahiran juga dipicu masih adanya peran tradisional wanita Jepang yang belum berubah. Di mana mereka di harapkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merawat anak anak.
Kesulitan lainnya peran gender tak setara seperti di rumah tangga saat marak peluang ekonomi bagi perempuan. Telah membuat keseimbangan pekerjaan dan kehidupan keluarga menjadi sangat sulit bagi perempuan sudah menikah. Itu juga menjadi pemicu banyak perempuan enggan menikah dan mempunyai anak banyak.